Selasa, 15 November 2011

Library of Congress, PDII-LIPI dan Blasius Sudarsono

Oleh : Bambang Haryanto
Email : jip80fsui (at) gmail.com



Memasuki Library of Congress atau Perpustakaan Nasional Australia rasanya bagi saya bakal lebih pede ketimbang bila memasuki Perpustakaan Pusat Dokumentasi dan Informasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PDII-LIPI).

Itulah kesan yang saya peroleh kemarin (15/11/2011). Mungkin itu merupakan “hukuman” bagi saya terkait akan dua hal. Pertama, sudah bertahun-tahun mandul, tidak mampu menghasilkan karya dengan predikat ilmiah. Yang kedua, saya mengunjungi PDII-LIPI itu (setelah sekitar 25-an tahun tidak kesini) gara-gara kebandang, terangkut oleh bis yang saya naiki dari Slipi.

Seharusnya saya turun di Polda, lalu ke Istora Senayan. Tetapi malah terbawa bis sampai Jl. Gatot Subroto. Dasar orang kampung yang buta situasi mutakhir dari kotanya Bang Foke ini.

Daripada mubazir, saya memutuskan mengunjungi Perpustakaan PDII-LIPI. Lantai 3. Ada papan bertuliskan e-Library PDII-LIPI menyapa Anda saat memasuki pintu. Ada berderet komputer. Saya coba akses katalog elektroniknya. Dasar narsis, istilahnya (kalau tak salah) melakukan google ganger, saya kemudian mengetikkan nama saya di kotak pencarian.


Hasilnya : 0. Nol. Nihil. Jeblok. Gundul.Hampa.Tiada.
Nikmati realitas`itu, betapa saya tidak punya karya tulis, atau warisan, di tempat ini.
Saya sungguh tidak punya legacy di perpustakaan ini.
Terima kasih.

Pencarian kedua, kata “komedi” dan “comedy.” Hasilnya, juga nol.
Rupanya tidak ada tempat untuk berlawak-lawak ria di tempat ilmiah ini pula.
Tetapi ketika saya mengetikkan kata humor, terdapat lumayan banyak informasi ilmiah. Silakan cek di layar hasil pemotretan saya ini.

Pencarian ketiga, saya ketikkan nama dosen saya di tahun 1981. Saat itu sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Perpustakaan Fakultas Sastra Universitas Indonesia (JIP-FSUI), saya berkuliah di gedung ini pula. Rekan saya lainnya Djohar (almarhum), Uhum Lantang Siagian (almarhum), Emil Zola, Gemuru Ritonga, Gustina Sofia, Tuti Sri Sundari, dan Zulherman (“selamat datang kembali di tanah air, semoga menjadi haji yang mabrur, Zul”).

Dosennya adalah, kini Pustakawan Utama, Bapak Blasius Sudarsono (foto)
“Naik saja lantai dua, belok kanan, di pintu ada inisial : BS,” demikian kata petugas perpustakaan. Seperti saat naik bis tadi, ruang Pak BS ternyata sudah saya lewati. Ada ruang saya masuki dan bertanya. Dijawab oleh beberapa ibu, “silakan masuk pintu yang terbuka.”

Pintu itu memang nampak terbuka. Mungkin ini mencerminkan diri penghuninya. Pak BS ada di dalamnya, saya fikir sedang memberikan bimbingan skripsi kepada seorang mahasiswi. Namanya Ratih. Sekarang dirinya juga berkuliah di jurusan saya dulu-dulu itu.

Syukurlah, saya merasa terhormat, karena begitu menyodorkan muka, Pak BS rupanya langsung mengenali diri saya. Padahal praktis kami tidak pernah jumpa sejak 1981 :-). Internet rupanya tetap mampu “mendekatkan” kita selama ini.

Tak ada yang berubah dari beliau. Rambutnya memang memutih, tanda sebagai sosok yang bijak, tetapi tetap juga “galak” dan saya harus berfikir lama untuk mencerna wejangan beliau. Hard fun, desis saya. Termasuk ketika beliau menggurat kalimat sakti bahwa “perpustakaan adalah pusat inovasi.”

Kalimat yang sungguh aneh di telinga saya. Rasanya baru kali ini saya bisa mendengar kata “perpustakaan” yang diutarakan sejajar dan satu tarikan nafas dengan kata “inovasi.” Ibarat aliran sungai Bengawan Solo (rumah Pak BS di Baluwarti, Solo, pernah kebanjiran di tahun 1986), kalimat beliau itu akan “mengalir sampai jauh” di relung pemikiran saya. Terima kasih, Pak BS, saya akan ikut mencerna ucapan itu.

Terima kasih pula, karena saat itu saya telah beliau beri hadiah. Buku karyanya, Menyongsong Fajar Baru Merancang Masa Depan (LIPI Press, 2007) dan majalah BACA (Juni 2005) yang antara lain memuat tulisan Pak BS berjudul “Empat Windu Perjalanan Pemikiran Tentang PDII-LIPI.”

Yang bikin saya terusik adalah tulisan beliau di buku yang beliau berikan kepada saya di sore saat Jakarta baru saja selesai diguyur hujan. Beliau tulis : “Khusus untuk Mas Bambang. Agar ingat kembali Perpustakaan.”

Saat itu sudah saya jawab : “Saya senantiasa ingat Perpustakaan. Tetapi dengan cara yang bisa saya lakukan.Termasuk menulis blog yang mencatat siapa Pak Blasius Sudarsono, yang dalam pencarian Google masuk 10 besar”



Kramat Jaya Baru,Jakarta,
16 November 2011

Jumat, 11 November 2011

Bapak Soma, Ibu Soma dan JIP-FSUI Angkatan 1980

Oleh : Bambang Haryanto
Email : jip80fsui (at) gmail.com


Banyak cara untuk mengenang masa lalu. Kemarin harian Kompas memberitahukan di halaman 12. Saat cari detilnya di Google tersaji sebagai berikut :

Ahli Burung dan Sosiolog Raih Habibie Award
Kamis, 10 November 2011 17:54 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang ahli burung (ornitolog), Prof Dr Soekarja Somadikarta (foto), meraih penghargaan Habibie Award. Lelaki berusia 81 tahun tersebut diberi penghargaan yang telah berusia 13 tahun tersebut atas kontribusinya menjadi peletak dasar ilmu perburungan di Indonesia.

Soma menjadi satu dari dua penerima penghargaan Habibie Award Periode ke XIII Tahun 2011 yang diselenggarakan di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta, Kamis (10/11). Satu penerima lainnya adalah seorang Bapak Sosiologi Pedesaan Indonesia, Prof Dr Ir Sajogyo.

Dalam pidato ilmiahnya, Soma menyatakan saat ini di Indonesia terdapat lebih dari 500 spesies burung. Ia yakin di tahun-tahun mendatang akan terdapat penemuan setidaknya 20 spesies lagi. "Itu minimal. Mungkin lebih banyak lagi," ujar Soma.

Soma sebelumnya telah memperoleh 10 penghargaan prestisius, di antaranya dari National Academy of Sciences-National Research Council (USA) sebagai Visiting Research Associate di Departemen Ornithology, Smithsonian Institution, Washington. Selain itu empat perhimpunan burung internasional yang berwibawa telah mengakui Soma sebagai seorang ornitolog kelas dunia.

Adakah sesuatu yang klik dengan Anda ? Saya, tentu saja. Prof. Soekarja Somadikarta adalah suami dari almarhumah Ibu Lily Koeshartini Soemadikarta. Beliau adalah Ketua Jurusan Ilmu Perpustakaan FSUI ketika saya menjadi mahasiswa, masuk tahun 1980.

Pernah saya ikut semobil dengan Bapak Soma dan Ibu Soma. Siang hari tahun 1985 atau 1986. Kami sama-sama dari kampus Rawamangun menuju gedung Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial di Jl. Prapatan, yayasan yang dipimpin oleh Prof. Selo Soemardjan. Kami bertemu juga dengan para pengajar dari jurusan lain dari UI. Acaranya : merembug agenda membuat tayangan film memperkenalkan ilmu-ilmu sosial untuk disiarkan di TVRI.

Saya mendapat tugas dari Ibu Soma untuk membuat skrip, memilih pemain, dan sekaligus juga main film. Antara lain saya pilih :-) sebagai bintang adalah Bapak Sulistyo Basuki, mBak Threes Emir (Pemred majalah Mode Indonesia),mBak Ir. Jati Wahyuni dari PDII-LIPI,tentu saja Ibu Soma juga.

Di Gedung YIIS itu kami bertukar gagasan. Saat semobil bersama Pak Soma, saya sempat meledek beliau sebagai "profesor wiraswasta." Karena beliau saat itu juga menjabat sebagai Ketua Kopertis. Saya lupa, beliau tertawa atau tidak.

Selamat untuk Prof. Somadikarta atas penghargaan itu.Selamat terus berprestasi dan mengilhami para ilmuwan muda untuk terus berbakti. Saya yakin, Ibu Soma akan ikut berbahagia di alam kelanggengan.

Update 06/3/2012 : Profil Bapak Somadikarta secara lebih komprehensif dan inspiratif telah dimuat di situs Radio BBC Siaran Indonesia. Silakan klik disini.


Kramat Jaya Baru, Jakarta, 11 Nov 2011

Kamis, 03 November 2011

Belajar adalah belajar tentang cara belajar !

Oleh : Bambang Haryanto
Email : jip80fsui (at) gmail.com


Setelah berpisah kurang lebih 26 tahun, bisa bertemu kembali teman-teman kuliah, saya mendapati betapa kaya ragam jalan hidup mereka.

Sama-sama mengenyam pendidikan ilmu perpustakaan, tetapi panggilan hidup, peluang dan kecenderungan tiap pribadi, membuat ilmu itu dipraktekkan dalam jalur yang warna-warni.

Belajar ilmu perpustakaan adalah belajar tentang cara belajar.

Itu sudah terbukti untuk rekan saya Bakhuri Jamaluddin. Setelah mengampu perpustakaan Akademi Gizi, kini jadi salah satu tokoh yang menjalankan roda program Jamkesmas di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Secara ke-PNS-an, sudah pensiun, tetapi di bidang yang baru membuatnya terbang ke pojok-pojok tanah air.

Teman lain yang saya temui kemarin (3/11/2011) adalah Hartadi Wibowo.Priyayi necis dan rapilo :-) asal Cilacap itu kini sekretaris sebuah yayasan yang mengurusi santunan kesehatan di Bank Mandiri.

Sebelumnya menjabat Dana Pensiun Bank Mandiri yang "mempertaruhkan" milyaran rupiah untuk investasi. Ia sukses. Kuncinya : di perpustakaan tersaji beragam informasi, dan saya banyak belajar dari sana.

Menengok ke belakang Hartadi Wibowo mencoba me-resume hidupnya : "Jalur saya adalah di bidang pelayanan." Itu katanya di dalam mobil hitam keren dan dimana saya nunut dari Ciledug untuk turun di Jl. Tendean, untuk berganti busway. Makasih Ted, untuk obrolannya yang inspiratif.

Yang agak nyeleneh dan menarik adalah sobat saya satunya lagi : Subagyo Ramelan (SBR).

Waktu kuliah, saya, Teddy dan Bagyo terkenal sebaagi eksponen "the smoking corner."

Tukang merokok berat.Teddy bisa berhenti tahun 2005. Saya tahun 1989.

Tetapi Pak SBR, masih melanjutkan hobi nikmatnya itu sampai kini.

Setelah lulus, SBR menjadi book officer di Asia Foundation. Kerjanya membagi-bagikan buku sumbangan Amerika Serikat ke pelbagai perguruan tinggi di Indonesia. Kantornya, bagi saya, adalah sorga buku. Saya sempat kecipratan puluhan buku-buku idaman darinya. Makasih, bag.

Kini ia tak lagi mengurusi buku. Tetapi primbon :-).

Primbon itu sebagai panduan bagi mereka yang ingin membeli batu-batu mulia di bengkel dan show room miliknya.

Namanya Safir Andaru, di bilangan Ciledug, Jakarta Selatan.

Seusai kangen-kangenan, ia menyodori kami bertiga sejumlah cincin dengan berbatu mulia.

Subagyo Ramelan, eyang 7 cucu tetapi nampak awet muda itu, membuka primbon. Sebagai penulis, saya sebaiknya memakai cincin dengan batu mulia safir. Karakternya adalah : wisdom and knowledge. Semoga dapat menjadi panduan bagi saya untuk berbuat kebaikan : seseorang yang dididik jadi pustakawan tetapi kini tercebur untuk mempelajari dan menulis tentang humor dan komedian.

Terima kasih, Bag.
Terima kasih, Bakh.
Terima kasih, Teddy.

Hidup Anda yang warna-warni sungguh merona indah dalam catatan dan kenangan saya.Pertemuan 4 komplot lama itu mencetuskan Deklarasi Ciledug 3 November 2011.

Bahwa kita akan mengadakan reuni komplit di bulan Desember mendatang.
Insya Allah terlaksana.


Kramat Sentiong,4/11/2011