Rabu, 27 Oktober 2010

mBah Maridjan, Pustakawan 2.0. dan Pesta Yogya

Oleh : Bambang Haryanto
Email : jip80fsui (at) gmail.com



Kaliurang.
Adakah sesuatu kenangan Anda pernah tertambat di sana ?

Kalau Tonny Bennet pernah terkenal dengan lagu indah, "I left my heart in San Francisco," mungkin hari-hari mendatang pencipta lagu kita harus menelorkan lagu untuk mengenang mBah Maridjan yang berdomisili di Kaliurang itu pula.

Sosok juru kunci Gunung Merapi, yang kemudian semakin terkenal sebagai bintang iklan minuman suplemen, telah ditemukan meninggal dunia sebagai salah satu di antara puluhan korban amukan gunung karismatis yang secara spiritual telah ia "jaga" selama ini.

Sugeng tindak, selamat jalan, mBah Maridjan.

Kalau orang Jawa punya semboyan sakral "sedumuk bathuk, senyari bumi ," cerminan tekad kukuh untuk mempertahankan tanah miliknya sampai titik darah penghabisan, yang konon membuat ide transmigrasi sulit disosialisasikan untuk penduduk etnis Jawa, mBah Maridjan mungkin menjadi ikon ideal untuk keyakinan itu.

Beliau meninggal dunia, di rumahnya. Dalam posisi bersujud. Posisi pasrah, merendahkan diri, ke hadapan Yang Maha Kuasa. Orang besar telah memilih cara kematian yang juga besar, yang mungkin baru dalam jangka waktu yang lama betapa momen heroik, tetapi juga sekaligus tragis itu, akan bisa kita lupakan.

Presentasi wong cilik. Sebagai penulis surat pembaca, saya pernah menulis tentang dirinya. Judulnya, "mBah Maridjan" yang dimuat di harian Suara Merdeka (Sabtu, 27 Oktober 2007). Isinya :

Seorang mantan gubernur yang pagi-pagi sudah kluruk, berkokok, ingin maju sebagai calon Presiden di Pilpres 2009, telah mengunjungi mBah Maridjan. Bagi saya ini seperti sebuah déjà vu, pemutaran kembali adegan yang mirip dengan apa yang pernah dilakukan oleh tokoh-tokoh pemerintahan Orde Baru.

Mereka-mereka ini paling lihai dalam berpropaganda untuk merebut hati rakyat. Antara lain dengan teknik yang disebut sebagai berpura-pura sebagai orang kecil.

Ada cerita tentang mantan menteri penerangan dan ketua partai pro-pemerintah saat itu, ketika melakukan kampanye terselubung di Solo. Ia melakukan aksi atraktif, yaitu menggendong seorang tukang becak Solo. Dengan aksinya itu dirinya membangun citra bahwa dia merakyat dan dirinya merupakan bagian tak terpisahkan dari rakyat kecil.

Menurut Sunu Wasono, Dosen Sastra Indonesia FIB-UI dalam bukunya Sastra Propaganda (2007), lewat aksi itu ingin ia tunjukkan bahwa program partai bersangkutan adalah juga program rakyat kecil. Partai itu kemudian bisa mengaku berasal dari rakyat, untuk rakyat, siap pula berjuang untuk rakyat. Kita semua tahu akhir dari cerita ini semua.

Bercermin dari teknik propaganda di atas, warga Jawa Tengah kini seyogyanya dapat mulai mengasah ketajaman nalarnya bila kelak terpusar dalam atmosfir kampanye pemilihan Gubernur Jawa Tengah yang mulai menghangat. Juga dalam pilpres mendatang. Intinya, Anda jangan sampai terbeli musang dalam karung ketika menetapkan pilihan Anda kelak.

Bambang Haryanto
Wonogiri 57612

mBah Maridjan di media sosial. Sebagai blogger pustakawan, pagi ini (28/10/2010) mengirim SMS untuk Ahmad Subhan di Yogya :

"Ikut berduka atas wafatnya mBah Maridjan yg heroik. Btw, kira2 adakah perpus/situs perpus yg memajang daftar buku, publikasi, foto2 sd kenangan og2 ttg beliau ?" (Kamis, 28/10/2010 : 07.23.18).

Jawaban Subhan : "Smpe hari ini foto beliau, asli maupun modifikasi, sdh trsebar di fb. Kmaren komentar ttg mb marijan ckp panjang di bwh status Gus Muh, bs jd hari ini lbh rame." (Kamis, 28/10/2010 :07.31.27).

Jawaban saya : "Tks Subhan. Power utk menyebarkan sd mmodifikasi info, kini ditangan user. Power itu hrsnya bs diajak msk perpus ut bikin 'pesta' a la marketspace disana:-)" (Kamis, 28/10/2010 : 07.40.48).

Obrolan masih berlanjut. Hanya pindah kapling
di sini. Atau copy/paste di peramban Anda :http://tinyurl.com/2bvmge5


Terima kasih.


Wonogiri, 28 Oktober 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar