Minggu, 31 Oktober 2010

Peppy, Buku Seks dan Pustakawan Dunia

Oleh : Bambang Haryanto
Email : jip80fsui (at) gmail.com


Di gunung itu musibah telah terjadi.
Salah satu dari dua pendaki gunung terperosok.
Kecebur jurang.

Pendaki gunung yang selamat segera berteriak di bibir jurang. "Bert ! Bert ! Apakah kamu selamat ?" Tak ada sahutan. Setelah berteriak beberapa kali, hati John bergembira. Temannya ternyata masih hidup.

"OK, John. Aku selamat. Tetapi badanku, kakiku, lenganku, patah semua !"
"Bagaimana kalau kau kutarik ke atas dengan tali ?"
"Agak sulit, John. Satu-satunya cara, tali itu harus aku gigit dengan gigi-gigiku."

Demikianlah John mulai menarik sobat kentalnya itu. Usaha itu nampaknya berjalan baik. Sesekali John berteriak :

"Kau masih OK, Bert ?"
"U-uuh," Bert mendengus.

Begitulah komunikasi aneh itu terus terjadi. Bert selalu menjawab dengan dengusan. Menjelang sepuluh meter, rasa kegembiraan mereka berdua pun memuncak. Saking gembiranya, John berteriak lagi : "Kau masih kuat, kan Bert ?" Karena terpagut oleh rasa gembira, Bert pun segera menjawab dengan teriakan keras : "Yaa! Yaaaaaaaaa…."

Gelombang Ketiga sampai Cinta. Saya sudah lupa judul buku kumpulan lelucon yang memuat kisah lucu dan tragis dari Bert dan John tadi. Tetapi saya ingat, buku itu saya beli dari toko buku Gramedia Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Tahun 1980-1981-an.

Ketika masa-masa berkuliah, toko buku ini adalah tempat favorit untuk dikunjungi. Sebetulnya juga ada toko lainnya, di Jl. Gajah Mada. Tetapi untuk menjangkaunya dari Rawamangun lebih ribet dibanding kemudahan nyengklak bis PPD No 38, 39 atau Mayasari 300, untuk sampai di Blok M. Atau gratisan membonceng rekan kuliah, Bakhuri Jamaluddin, yang bertempat tinggal di kawasan Hang Jebat, Kebayoran Baru, tersebut.

Di toko Blok M itu saya pernah membeli buku lainnya. Antara lain, karya Alfin Toffler, The Third Wave (1981). Setelah mendapat honor tulisan berjudul "Ensiklopedia : Jagat Ilmu Pengetahuan Dalam Satu Sajian" di majalah Gadis edisi No.6/10/1983, pada tanggal 6 Oktober 1983, buku idaman itu bisa saya miliki. Buku Toffler sebelumnya, Future Shock, sering disebut-sebut oleh teman saya yang berasal dari Padang, Zulherman.

Buku lainnya adalah karya Mildred Meiers dan Jack Knapp, 5600 Jokes For All Occasions (1980). Saya beli tanggal 25 Oktober 1986, saat memergoki Gus Dur dan sempat bertukar lelucon saat itu. Bahkan momen itu kemudian menjadi ilustrasi cerita dalam artikel saya, "Komedi dan Komedian : Kejujuran Mengolok Diri Sendiri" yang dimuat di kolom Teroka, harian Kompas, 27/1/2007 : h. 14.

Di toko buku yang sama, tahun 1982, terbeli pula buku berbau astrologi, Star Sign for Lovers. Saya tidak tahu di mana kini buku itu berada. Tetapi saat membelinya saya kepergok, tak bisa menghindar, untuk ketemu secara tak terduga dengan Miduk. Ini nama panggilan kesayangan diantara keluarganya di Solo, sosok yang saya sebut sebagai wanita indah dalam hidup saya. Saat itu dia bersama suaminya. Sedang berbadan dua.

Tahun 2005 saya pernah menulis di salah satu blog saya, cerita tentang momen pertemuan tak terduga itu. Termasuk penggalan kisah di tahun 1978 saat Miduk memberi saya teks lagu indah dari The Bee Gees yang bergaya disko, "How Deep Is Your Love."

Di dalam tulisan blog itu sempat saya kutipkan tuturan penjelajah dan kerabat Istana Inggris, Walter Raleigh (1552-1618), bahwa "true love is a durable fire, in the mind ever burning, never sick, never old, never dead". Cinta sejati itu adalah api abadi, selalu membara di hati, tanpa pernah sakit, uzur, atau pun mati.

Saya pikir, dan saya harap, cerita di blog itu baru akan dibaca nanti oleh anak atau cucunya. Tetapi dasar Internet, semua rahasia apa pun yang terpajang di dalamnya akan mudah sampai kepada yang berhak. Kejutan lalu terjadi.

Pada hari Senin siang, 22 Maret 2010 saya mendapatkan telepon surprise. Dari Jakarta. Dari Krisandari, adik terkecilnya Miduk, yang kebetulan murid saya di sanggar melukis anak-anak di tahun 1979-1980 di Solo. Setelah mengobrol, nDari menyimpulkan isi blog itu dalam SMSnya :

"Iya mas..ceritane lucu bngt..menyenangkan..Dan kita jd inget Ibu yg sabare sakpole.Klo hari geneh punya anak perempuan 6 ?? ["Cantik-cantik semuanya !" - BH] Cepet stroke kali ya..hahaha.. Ada salam dari mb Miduk, mb Nina, mb Diah, Agus & tdk lupa sahabat saya Anita barusan sy fax tulisan mas Hari ke Anita. Maklum dia ga bs buka email. Gaptek. Mtrnwn semoga tdk terganggu. Sugeng siang." (22/3/2010 : 12.13.17).

Inter-librarian loan. Kembali ke buku kumpulan lelucon tadi. Isi lainnya yang saya ingat adalah cerita tentang seorang arsitek yang dengan bangga mengajak kliennya untuk memeriksa bagian dalam gedung opera yang baru saja ia rampungkan. Sang arsitek itu bilang dengan rada arogan :

"Akustik gedung ini sangatlah hebat ?"
"Apa ?" sergah sang klien.

Lelucon lainnya, saya sudah lupa. Buku itu juga tidak saya miliki lagi. Pada tahun 1981-1982-an, buku itu saya pinjamkan kepada Peppy Marlianti. Mahasiswi JIP-FSUI Angkatan 1981. Ia seangkatan dengan Ahmad Supanto, Andriaty Selvina, Balqis, Sofie Yusuf, Yohanes Sumaryanto (dosen JIP), dan juga Utami Budi Rahayu Hariyadi (juga dosen JIP kini).

Peppy yang baik hati itu, gantian meminjami saya buku menarik, The Book of Lists susunan Irving Wallace, David Wallechinsky dan Amy Wallace. Halaman yang memuat data tahun terbit, sudah tidak ada. Pada Bab 15 yang memuat daftar yang sepertinya dianggap bermuatan pornografi, halaman 315-336, telah hilang. Pada daftar isi, info untuk halaman itu diblok dengan spidol hitam.

Bila ditelusuri dari indeks ("dasar pustakawan, kan ?") isi yang hilang itu antara lain : berisi daftar tokoh yang meninggal dunia saat berhubungan seks, perilaku seks tokoh-tokoh wanita terkenal sampai cerita perihal perilaku seks menyimpang kaum pria.

Lupakanlah seks. Mohon maaf, mbah Sigmund Freud. Karena masih banyak daftar yang menarik dari buku itu, selain mengurusi arena selangkangan. Bahkan isi-isi menarik itu telah saya jadikan sebagai bahan tulisan untuk surat-surat kabar. Termasuk untuk majalah Klub Perpustakaan Indonesia (KPI), Pembimbing Pembaca, yang dipimpin Ibu Adwityani Soebagjo, dan redaksinya Reno "Errie" Ilham Nasroen.

Misalnya cerita tentang perilaku eksentrik Victor Hugo (1802-1855), pengarang The Hunchback of Notre Dame dan Les Miserables yang tersohor itu. Konon, bila Hugo mentok saat menulis, ia lalu meminta pembantunya untuk mencopoti seluruh pakaiannya. Lalu ia tinggal di kamar, dan karena merasa tak ada hal lain yang ia lakukan, maka Hugo pun kembali menulis !

Daftar menarik lainnya adalah tentang para pustakawan terkenal dunia. Misalnya Mao Tse Tung (1893-1976). Pada tahun 1918 dia menjabat sebagai asisten pustakawan pada Universitas Bejing. Ketika berpandangan bahwa masa depannya tak menjanjikan, Mao banting setir ke bidang politik, yang akhirnya mampu meraih posisi sebagai Ketua Partai Komunis China.

Tokoh pustakawan lainnya adalah Gottfried von Leibniz (1646-1716), filsuf, matematikus, diplomat dan raksasa intelektual Jerman saat itu. Ia menjabat sebagai pustakawan di kota Hanover 1676 dan Wolfenbuttel tahun 1691. Perayu perempuan termashur pernah menjadi pustakawan dari Count von Waldstein di Dux Bohemia selama 13 tahun. Dia adalah Casanova. Nama aslinya : Giovani Giacomo Casanova de Seingalt (1725-1798).

Nama sohor lainnya : David Hume, August Strinberg, John Braine, Paus Pius XI, Sam Walter Foss, Archibald Mac Leish, sampai J. Edgar Hoover (1895-1972), bos FBI yang terkenal sukses menguber-uber bandit kakap karismatis John Dillinger sampai raja Mafia Al Capone. Hoover ketika muda menjadi pesuruh dan kataloger di Perpustakaan Konggres AS.

Di mana kini Peppy ? Berita terbaru terkait Reuni JIP 2008, saat Hartadi Wibowo menelpon saya, ia tidak menyebut nama Peppy. Saya juga belum mencoba mencari-carinya melalui Google atau Facebook. Syukurlah, saya baru menemukannya via Facebook. Silakan klik di sini. Kalau nanti Anda bisa kontak (permintaan saya menjadi teman belum ditanggapi), tolong kabarkan semoga Peppy sudah lupa dengan buku The Book of Lists miliknya itu.

Sebab dengan cara menyimpan bukunya itu, saya masih bisa terus mengingat sosoknya, yang charming, berkacamata, yang menawan dan baik hati itu. Di tasnya, terkadang tersimpan sebungkus rokok :-). Juga bisa mengenang momen saat kami bersama-sama, antara lain Hartadi Wibowo dan lalu ketemu pula dengan Peggy Juanita Umbara, bergulat di Hotel Borobudur. Rabu, 30 Mei 1984.

Siang hari. Bukan di malam hari.
Bukan di kamar. Tetapi di ruang pertemuan.

Walau saya merasa tidak melamar, tetapi hari itu saya ikut dipanggil untuk ikut melaksanakan tes tertulis untuk menjadi karyawan arsip dan pustakawan pada perusahaan minyak terbesar kelima di dunia, asal Perancis : Total Indonesie. Kalau lolos tes, bekerjanya nanti di Balikpapan.

Saat itu saya belum minta maaf kepada Teddy dan Peppy, karena pagi itu saya terlambat bangun. Tentunya membuat mereka jengkel, harus menunggu saya mandi. Sesudah tes, kami mengobrol. Peppy cerita tentang beberapa jebakan pertanyaan dalam tes bahasa Inggris tadi. Tetapi yang rada seru, kami berbagi cerita mengenai besaran gaji yang kami minta, dan diisikan dalam formulir sebelum tes.

Terdengar bunyi riuh : juta, juta dan jutaan !
Harga calon lulusan pendidikan ilmu perpustakaan yang saat itu lagi terbang di awan.

Murtad, kecebur jurang. Beberapa hari sesudah tes itu, di ruang kantor dosen JIP, saya ikut mengobrol dengan ibu-ibu dosen. Antara lain saya bercanda, bahwa sesudah lulus nanti, mungkin saya akan bekerja di Balikpapan.

Entah kenapa, saya kok saat itu tiba-tiba terantuk kepada pandangan Ibu Lily K. Somadikarta, Ketua Jurusan JIP-FSUI. Sepertinya beliau mengirim sinyal ucapan : "Bambang, kau jangan pergi ke sana."

Terima kasih, Ibu Soma.
Begitulah kisah hidupku yang kemudian terjadi.

Saya memang tidak pernah pergi ke Balikpapan. Sampai kini. Tetapi juga tidak ke Depok yang kampus JIP-FSUI.Bahkan malah kecebur jurang gelap, sehingga menjadi "murtad" habis-habisan. Karena selama ini tidak bersetia sekali kepada DNA saya, dunia ilmu perpustakaan dan kepustakawanan.

Mengambil tamsil tentang pendaki gunung tadi, mungkin saya adalah gambaran tokoh Bert yang terperosok masuk jurang. Patah tangan, patah kaki, tetapi syukurlah, masih selamat.

Kini saya sedang mendaki lagi. Mungkin itu upaya saya untuk berusaha menebus dosa-dosa lama saya tersebut. Semoga semuanya belum menjadi sangat terlambat !


Wonogiri, 31 Oktober 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar